Kamis, 31 Maret 2016

Petualangan Pulang Kampung



Dingin-Sejuk. Pagi yang tak biasa, mendapatkan angin segar dan mendengar gesekan dedaunan dibuai angin pagi meski masih berembun. Titik-titik embunnyapun eksotis dengan butir-butir bagai kaca yang merfleksikan benda terdekat di sekitarnya dibantu oleh pencahayaan alami matahari pagi.

Itu suatu hari di Blan Desember 2014, ketika proyek pulang kampung bersama keluarga lebih seperti expedisi mini karena semua anggota keluarga minus satu keluarga yang terdiri dari lima orang, yakni keluarga kakakku, menyesaki langkau Ibuku. Sayang melewatkan pohon kopi yang tersisa dari kebun kopi tua almarhum kakek, aku meraih lensa macroku dan kamera EOS 60D-ku. Tak tahan mencuri pandang dari lensa obyek seperti kembang kopi dan kumbang yang mengitari sampai menghinggapinya, semut merah yang berebutan antre di dahan pohon kopi serta beberapa kembang kopi yang sudah mulai kecoklatan karena madu dihisap si kumbang (tentang Kembang KOpi dan Kumbang ada tulisanku tersendiri di Tengah Ruai). Lensa kameraku jatuh pada tiga makhluk kecil, Semut Merah, yang entah sedang apa, tapi jelas mereka meniti dahan pohon kopi di samping Pondok Ibuku. Mereka sepertinya tidak sedang sibuk berargumen, karena dua di antara mereka sedang asyik lepas kangen. Jadinya bingung, caption apa yang cocok untuk foto ini. Apakah ketika Cinta Bersemi di Dahan Pohon Kopi, Cinta Segitiga, atau Kamu Kog Selingkuh?, Cinta Segitiga Ketika Musim Kopi Bersemi (karena Kopinya sedang berbunga waktu itu). Terserah!. Ini hanya oleh-oleh yang tertunda, tidak dishare karena kala itu adalah moment of the Blue X'tmas, Blue December and Blue Family Vacation at My Home Village.

Ini adalah seluruh anggota keluarga yang terdiri dari Ibu dan anak-menantu serta cucu, minus satu keluarga kakak tertuaku (berlima) dan adik lelaki tertua di keluargaku (berempat kala itu, sekarang juga sudah berlima) dan minus adik satu adik ipar dan anak dari satu lagi adik lelakiku. Naaaahhh... bingung khan!!!!. Tak perlu studio foto karena pasti gak cukup.

Keseruan pulang kampung dengan track yang masih jalan berlumpur dan juga setapak, tentu saja lebih seperti lagi berekspedisi atau berpetualang ke alam. Anak-anak tak kenal letih, mereka berlarian sepanjang jalan berlumpur kuning dengan sesekali mengebaskan daun-daun mati yang terjatuh di tanah dan tersangkut di sandal penopang kaki-kaki mungil mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...