Senin, 28 April 2014

Shopaholic and Sister # bacaanku 1

Menjelang weekend yang cukup menegangkan otot leher, membuatku juga bingung mesti mengisinya dengan apa. Yang jelas, minta off on cam dulu dari pak produser. Kenapa menegangkan urat leher, tabu untuk dibicarakan di sini. Yang jelas keluar rumah dan refreshing ke suatu tempat seperti nonton atau ke salon bukan pilihan bijak saat ini. Merungut juga bukan pilihan bijak. Selalu ada cara. 

Entahlah, tiba-tiba aku melirik saja sebuah bukuku di rak berjudul Shopaholic and Sister. Aku tahu persis, itu satu buku diantara dua buku lainnya yang diberikan oleh dua orang temanku. Satu temanku membelikan buku Samuel Huttington, Clash of Civilization (dipinjam oleh temanku yang lain empat atau lima tahun lalu, dan tak pernah kembali). Satu orang temanku lagi menghadiahi dua buku novel, satu adalah Carmelo (karya....) dan satunya lagi adalah bukunya Sophie Kinsella ini. Aku tidak suka Novel bergenre di luar Novel Sejarah sehingga aku tak pernah tertarik membacanya, apalagi ketika ia berjejer di antara buku-bukunya Pramoedya Ananta Toer. PAdahal buku-buku itupun tak pernah tuntas kubaca. 

Entah, hanya reflek dan tidak banyak alasan, aku menarik saja buku ini dan membacanya. Dan aku sungguh tidak sadar bahwa aku sedang membaca "buku yang tak dianggap" olehku sembilan tahun lalu. Tetapi aku membacanya, dan kulahap dalam waktu lima jam (dipotong break dinner). Dulu, kulirik pun tidak, diisimpan cuma sekedar karena menghargai pemberian teman. Keisengan membaca halaman demi halaman dan mengikuti ceritanya yang seolah-olah melibatkanku dan membuatku menilai, cool jg ceritanya. Cerita soal pasangan kaya raya (Becky dan Luke) yang ber-honeymoon mewah keliling dunia dalam waktu sepuluh bulan dan isteri shopaholic (gila belanja), saking gilanya sampai tidak sadar membeli barang yang sama di Negara yang berbeda. Dan barang-barang itu berumlah dua truk penuh isinya, hasil bulan madu di beberapa negara di Afrika, Amerika, ASia seperti kota Kenya, Alaska, Milan, dan Srilanka. 

Becky, Si gila belanja ini ternyata punya kakak tiri bernama Jessica dari ayahnya bersama seseorang di masa lalu sebelum ibunya, yang muncul di masa ia berbulan madu. Si kakak adalah seorang aktivis lingkungan yang bertolak belakang dengan hobbynya. Berbagai macam cara ia lakukan untuk bisa lebih dekat dengan si kakak apalagi, tapi tidak berhasil karena perbedaan terlalu mencolok antara mereka sampai masing-masing mereka pada akhirnya menyimpulkan mereka benar-benar tidak cocok dan bukan saudara (ada kesalahan). 

Cerita ini berakhir dengan perginya ia ke kampung asal kakak setelah ia bertengkar dengan suami dan teleponnya pun tidak diangkat oleh teman akrabnya Suze karena sibuk mempersiapkan liburan bersama anak-anaknya dan sahabat lainnya yang baru. Kunjungan ini membuat ia mengerti cara pandang dan hidup mereka yang berbeda, diantaranya karena latar belakang pendidikan di keluarga yang sangat berbeda. Jess dididik dengan keras untuk harus bisa berdiri dengan kakiknya sendiri sedari kecil dan Becky sebaliknya terbiasa dilayani dan dipenuhi semua keinginannya termasuk sangat "dituruti" oleh suaminya. Namun, disana pula ia menemukan kesamaan antara mereka berdua bukan dengan belanja barang-barang serba mahal di department store dan menyesah kopi di cafe mahal serta nge-gym bareng seperti yang pernah ia rancang saat berkenalan dengan Jess pertama kali dan saat ia meminta Jess menginap di rumahnya. Ia juga belajar hidup hemat, menghargai proses, membedakan kebutuhan dengan ambisi, termasuk berempati pada persoalan sosial dan lingkungan sampai ia terlibat pada sebuah aksi demo menolak kehadiran toko-toko besar yang akan menggusur Kampung asal Jess. Diselipkan juga gejolak emosinya yang merasa 'sendiri" karena relasinya dengan para sahabat dan orangtuanya yang jauh berubah setelah bulan madu panjang itu. Tidak ada yang antusias melihat barang bawaannya yang begitu banyak dari liburan bulan madu itu apalagi mendengarkan ceritanya. Seoalah-olah tidak ada yang sama sekali merindukannya dalam sepuluh bulan itu. Setelah melewati sepuluh bulan itu ia merasa ditinggalkan: ayah-ibu sibuk ikut kegiatan terapi, suzie teman akrabnya sibuk mengurusi anak-anaknya dan memilih menghabiskan waktu dengan teman barunya Lulu, si suami fokus, Luke sibuk dengan pekerjaan. Padahal, ia sudah mempersingkat liburan yang rencananya setahun itu menjadi sepuluh bulan hanya karena tidak sabar menceritakan pengalaman dan membagikan barang belanjaan kepada semua orang termasuk keinginan memberikan kejutan hadir di pembaptisan anak lulu dimana ia dinobat sebagai ibu baptis. 

Intinya di sini sebetulnya adalah, saya sudah memecahkan rekor diri sendiri, melahap 504 hal. (18 inches) Novel selama 5 jam hadiah dari seorang teman 9 tahun lalu (2005). Buku yang tak kuanggap tetapi mengisi "zero pointku" secara positif. Buku yang mengajakku berkelana ke beberapa tempat di beberapa Negara seperti Srilanka, Milan, Alaska, London dll...turut merasa kerumitan yang bisa dibuat gampang dan sebaliknya yang mudah diperumit dalam bungkus relasi dengan konsep, kebiasaaan dan cara hidup yang sangat kontras. Hidup itu pilihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...