Aku ingin menuliskan ala kadarnya separuh hari yang kulewati hari ini
sebagai hadiah untuk diriku sendiri setelah berlelah-lelah menyaksikan drama
sidang paripurna DPR untuk membahas tiga RUU (RUU Pilkada, RUU Pemda dan RUU
AdPem) yang akan menjadi tugas terakhir mereka sebelum kemudian berganti dengan
anggota dewan terpilih tahun ini untuk periode berikutnya, 2014-2019. Mengamati
perdebatan dan opini dari berbagai kalangan di hampir semua media baik
elektronik maupun cetak, ketok palu RUU Pilkada menjadi yang paling populer
karena dikaitkan dengan proses demokrasi yang sudah berjalan lebih dari sepuluh
tahun di Indonesia (bermula pada masa reformasi tahun 1998). Pilkada langsung
dianggap sebagai ruang partisipasi politik rakyat sebagai bagian dari hak politik
rakyat dengan menentukan sendiri wakil yang mereka inginkan secara langsung
melalui mekanisme pencoblosan di bilik suara.
Tanggal 25 September 2014, meninggalkan catatan sejarah yang akan terus
diingat oleh bukan saja oleh Kepala-kepala daerah yang merasakan atau mengalami
dipilih secara langsung tetapi juga bagi rakyat atau konsituen mereka. Proses
ini juga digugat oleh banyak pihak seperti akademisi, dan para pengamat
politik pro demokrasi. Dan yang paling jelas juga adalah partai pengusung
Jokowi-Jusuf Kala dalam memenangkan pemilihan presiden 2014. Drama di DPR ini
sepertinya sudah ditebak menajadi salah satu manuver terakhir dari Koalisi
Merah Putih, partai-partai pengusung Prabowo-Hatta pada pilpres yang memang
tidak legowo dengan hasil pilpres sehingga harus bermuara pada gugatan di MK
atas hasil pilpres, gugatan ke PTUN yang kemudian di tolak dan terakhir adalah
dengan memainkan secara efektif koalisi gendut mereka yang memang secara jumlah
suara sudah di atas angin. Mr. Presiden sebagai representasi pemerintah dan
negara sebagai pengusul RUU ini dan tentunta partai Partai Demokrat
disebut-sebut sebagai pemegang kunci menentukan hasil keputusan di DPR. Namun,
mereka belum menentukan arah koalisi di parlemen secara jelas setelah
sebelumnya juga menempati posisi abu-abu dalam pilpres namun dengan santun
berlindung dibalik kata "netral". Saya ilustrasikan, Partai Demokrat
dan Mr. President sudah melemparkan bola panas yang sudah terlanjur
menggelinding dan bahkan membakar diri mereka sendiri. Namun, ada juga yang
berpendapat bahwa ini bagian dari sandiwara Mr. Presiden untuk attracting Megawati
Soekarno Putri sebagai Ketum PDIP yang telah memenangkan Pilpres bersama
koalisinya. Kesan plin-plan juga tidak bisa dihindari oleh Mr. Presdient karena
dianggap tidak memiliki sikap, di satu sisi ia mengemukan dukungan terhadap
Pilkada langsung, di sisil lain Partai Demokrat, bahkan salah satunya adalah
anaknya sendiri Ibas melakukan walked out dalam proses voting karena tidak
diterimanya sepuluh opsi yang ditawarkan Demokrat untuk mendukung Pilkada
langsung.
Namun, nasi sudah menjadi bubur, DPR dengan sistem voting (setelah melakukan
dua kali lobby) sudah mengesahkan RUU Pilkada dengan mekanisme Pilkada melalui
DPRD. Walk outnya partai demokrat, yang ketumnya yakni Mr. President menyatakan
diri mendukung Pilkada langsung berpengaruh signifikan terhadap perolehan
suara. Sebanyak 226 suara di DPR memilih Pilkada via DPRD dan 135 suara memilih
Pilkada langsung dari 496 anggota DPR yang hadir dari seluruh fraksi. Sebanyak
123 orang anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat melakukan walk out.
Melihat respon dari khalayak yang paling menarik salah satunya tentu melalui
sosmed. Sebagian besar komunitas sosmed menghujat proses yang telah
berlangsung, dan lebih spesifik menghujat Partai Demokrat dan Mr. PResident.
Banyak sekali meme (lelucon yang menyindir) Mr. President, diantaranya
dikatakan sebagai penerima penghargaan BApak Pilkada Tidak Langsung, Pemain
Sandiwara Hebat, dan lain sebagainya. Dan yang paling ekstrim adalah hashtag
(#) ShameOnYouSby menjadi trending topic of the world di twitter. Namun, ini
hanya bertahan dua hari saja. Hari ketiga hashtag/tagar ini menghilang dari
puncak, dan dikait-kaitkan dengan menkominfo Tifatul Sembiring yang diduga
“menghilangkannya”. Tapi tentu saja ini dibantah.
Banyak kalangan menggugat hasil keputusan sidang paripurna DPR ini dengan
menandatangani petisi yang mendukung atau mendesak Judicial Review UU
Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Opsi lain yang menjadi peluang juga adalah, jika
benar Mr. President kecewa dengan hasil Paripurna DPR maka ia bisa saja menolak
menandatangani RUU tersebut sebagai Undang-undang dalam lembaran negara.
Tetapi, seperti rakyat sudah betul-betul menganggap Mr. President yang tinggal
menghitung hari lagi masa jabatannya sebagai PHP (Pemberi Harapan Palsu). Menurut
UUD 1945 tentang kewenangan DPR. dimungkinkannya penolakan menandatangani UU
oleh Presiden juga bersyarat jika dalam proses pembahasan di DPR itu tidak
berdasarkan persetujuan bersama. Pertanyaannya, apakah mekanisme voting di DPR
masuk dalam “persetujuan bersama” karena ini adalah keputusan berdasarkan suara
terbanyak. “Persetujuan bersama’ di sini juga ambigu. Dalam hal persyaratan ini
tidak terpenuhi pun semestinya, proses pembahasan sebuah RUU tidak boleh
diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.Lha, saya ini bukan pengamat, bukan analis, hanya curcol, sehingga lepas
dari dalil dalam UUD 1945 tentang kewenangan DPR, menurut saya sudah melampui
fungsi legislasi mereka dengan melakukan ketok palu sebuah RUU yang dinyatakan
implikasi UU-nya nanti bertentangan dengan prinsip demokrasi dan juga bahkan UU
lainnya yang disebut-sebut yakni UU Pemda dan UU AdPem.
Dalam hal peluang hukum untuk JR UU baru ini ke MK tidak bisa dilakukan atau
ditolak, dan juga dalam hal Mr. President menandatangani atau tidak UU ini, hal
paling mungkin dilakukan oleh rakyat adalah untuk mengingat baik-baik siapa
saja anggota dewan dan juga Parpolnya yang telah menyumbang 135 suara dalam
voting memenangkan opsi Pilkada via DPRD. Jangan lagi “mengotori” dengan
memilih orang-orang dan partai-partai tersebut di tahun 2019. Inilah
partai-partai tersebut: Gerindra, PKS, PPP, PAN, Demokrat, dan Golkar.
Biar saja tumpah ruah, bertaburan bahkan pun kalau berserakan, biar kan saja. Lihat saja indahnya serakan itu dengan berbagai bentuk, warna dan pola. Ia menantangmu seperti merangkai mozaik, menyusun puzzles, dan mengumpulkan potongan kertas yang hanya dengan ketekunan akan membawamu pada hasil yang indah dan memuaskan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"
Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...
-
Kembang Kopi Halaman Rumah Ibuku Ini adalah tulisan pertamaku di tahun 2015. Ini sudah seperti mengumpulkan PR di tahun lalu, dimana...
-
Photo: Iwi S (Dec. 2017) Lingkau, begitulah ia disebut oleh orang di Kampungku. Jagung begitulah orang di Kampung Almh. Nenekku menyebut...
-
foto 1: Tangkai Bulir Jawaut di Bekas Ladang (pasca panen padi) Jawak atau Jawawut adalah salah satu dari sekian banyak sumber pangan a...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar