Kamis, 25 Oktober 2018

Jembatan Tayan Kapuas

 Dulu, jembatan ini begitu fenomenal. Netizen seakan tidak kekinian kalau tidak posting foto di Sosmed dengan latar jembatan atau sekedar berada di area jembatan. Aku sendiri baru akrab dengan jembatan ini sejak tahun 2018, seringnya karena urusan pekerjaan di daerah Kabupaten Ketapang yang mengharuskan melewati jembatan ini. Jembatan ini merupakan bagian penting Jalan Trans Kalimantan yang menghubungkan Kalimantan  Barat dan Kalimantan Tengah. Jembatan ini sendiri masuk wilayah Kabupaten Sanggau. Sebelum jembatan ini selesai dibangun dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dan beroperasi pada 22 Maret 2016, Kapal Ferry milik ASDP menjadi alat transporter untuk barang, kendaraan dan orang dari Tayan menuju Piasak (dan sebaliknya). Aku sempat merasakan momen ini di tahun 2008.

Jembatan Tayan kini sudah menjadi salah satu ikon Kalimantan Barat dengan panjang 1.440 meter, lebar sekitar 11 meter dan tinggi dari muka air Sungai Kapuas saat banjir tertinggi 13 meter (wikipedia).




 Inilah bagian yang paling rendah dari jembatan yang bisa dijumpai saat pertama kali memasuki jembatan sebelum lengkungan setengah lingkaran sebagai bagian tertinggi dari bagian jembatan. Konstruksi dengan bagian kotak lebih rendah kemudian melengkung setengah lingkaran bisa dilihat dari ujung ke ujung jembatan atau dua sisi jembatan.


Foto ini satu-satunya yang aku ambil dengan ponsel pintar dari bawah jembatan dimana ada Cafe Terapung menjual kelapa muda. Ya, pemandangan ke arah jembatan dari sini akan lebih jelas.  Sayangnya, warna susu coklat air Sungai Kapuas, kalau buatku menjadi sesuatu yang ingin disesali (andai bisa mengembalikan waktu).



Saat pgi hari, suasana di area jembatan lengang. Ini akan berubah di sore hari menjelang malam. Akan  ramai kita jumpai orang berjalan kaki, kendaraan roda dua dan roda empat berhenti di pinggir atau badan kiri-kanan jembatan. Mamang-mamang dengan dagangan panganan pun gampang dijumpai di sini. Demikian pula orang-orang duduk di atas motor atau bersandar di besi tembok jembatan untuk "makan angin' dan menunggu matahari terbenam. Bagaimana tidak!. Dari sini, kau bisa minta sepotong senja, jingga. Tapi tahan!!!, jangan menoleh ke bawah!. Itu bukan lautan atau kolam susu coklat di lagunya Koes Plus itu. Itu air sungai yang terlanjur bergumul lumpur entah mengapa dan darimana. Dari tambang??!!. Entahlah.

Credit Photo: Iwi S

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...