Rabu, 24 Januari 2018

Raja Jalanan

Kata atau Subyek "Aku' seringnya dominan saya gunakan dalam tulisan di TENGAH RUAI. Kali ini, saya ingin tidak biasa. Khan sudah tahun baru 2018, dan ini tulisan pertama di tahun ini. Jangan menebak kalau ini cerita liburan, cerita malam tahun baruan apalagi curhatan emak-emak seperti yang lagi nge-hits sekarang disoroti. SAya mah gak gitu orangnya. Alis gak dilempeng-lempengin gak perlu pensil alis soalnya. Gak suka juga diajakin makan berat karena terlalu gampang kenyang, lha saya makan kerupuk aja udah kenyang. Ini bukan curhat khan ya ...

Tidak ada yang salah dengan curhatan hati. Yang salah adalah jika curahan hati itu merugikan orang lain. Kali ini saya hanya ingin mencerita dinamika kehidupan di jalanan, tepatnya jalan raya. Menarik saja menuliskannya di TENGAH RUAI daripada hanya sebatas postingan status di sosmed atau video recording, Anggap saja melatih kembali kelihain jari-jari menari di atas keypad laptop dan kecerdasan pikiran, karena saya merasa sudah semakin tidak cerdas. Jangan sampai dikalahin kecerdasan HP.

Awal bulan di tahun ini, saya ditawari pekerjaan oleh salah satu lembaga yang pernah menghire saya sebagai konsultan singkat. Saya menerima tawaran itu. Konsekwensinya, setiap hari saya harus memilih dua cara untuk mencapai kantor; pertama dengan rute yang lebih dekat tapi mengantri untuk naik ferry dengan membayar Rp. 5.000; Kedua adalah rute yang cukup jauh karena menyeberangi dua sungai yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Ditambah lagi, hitungan beberapa lampu merah di pertigaan dan perempatan yang lebih banyak jika dibandingkan rute dengan menggunakan ferry. Sejauh ini, saya baru satu kali melewati jembatan. Saya memilih jalur Ferry.Saya hanya perlu sabar menunggu giliran naik ke ferry setelah membeli tiket, kemudian duduk manis di atas motor sambil menyaksikan pemandangn, bahkan sempat membaca berita di gadget dan membalas pesan WA.Begitu tiba di seberang sungai,  saya hanya perlu melewati tiga kali lampu merah. Jika beruntung, saya hanya sekali saja menemukan lampu merah, tapi jarang.

Saya selalu was-was ketika posisi saya persis di depan saat perhentian di traffic lights karena lampunya merah yang artinya berhenti. Kenyataannya, sering orang menunjukan tingkah seolah-olah "dunia milik mbah mu). Ada orang yang sibuk dengan gadgetnya, ada yang sibuk diskusi dengna teman sesama pengendara motor dan ada yang sibuk berkomunikasi dengan bunyi klakson. Tidak ada yang lebih menjengkelkan daripada diklakson, artinya dipaksa terus berjalan di saat lampu merah masih menyala dan masih kesempatan pengguna sisi lain jalan untuk bergerak. Kurang begitu, orang yang nglakson juga marah-marah. Saya pernah. Tapi saya lawan dengan cara, saya malah memajukan motor persis dihadapan si pemain klakson (biasanya orang bermobil). Saya lebih suka menantang, jika memang berani dan tidak sabar tetapi berani, paling-paling saya ditabrak Berani nabrak di tengah keramaian, di lampu merah lagi???

Sedikit melewati lampu merah artinya sedikit energy terkuras untuk marah-marah, ngomel dan memaki. Artinya berkurang peluang berbuat dosa. Begitu juga sebaliknya. Namun, itu jika asumsinya hanyalah masalah kesenangan orang berkomunikasi dengan klakson (padahal suara klakson yang kencang dan tiba-tiba bisa membuat pengguna jalan lai  kaget, hilang konsentrasi dan berisiko membahayakan diri sendiri dan orang lain. Hal lain yang sering ditunjukan oleh para raja dan ratu jalanan adalah kebiasaan lampu sen kiri, belok ke kanan. Siapa bilang ini tidak seberbahaya saat tidak memberi tanda lampu sen sama sekali ketika mau belok.Dan, jangan bilang juga ini kebiasaaan emak-emak atau Ibu-ibu sampai muncul istilah "macam emak-emak, sen kiri, belok kanan". Saya menyaksikan berkali-kali ini sudah lintas gender dan lintas generasi. Kenapa? Karena setiap orang ingin menjadi Raja Jalanan, Setiap orang merasa diri sibuk, harus didahulukan dan merasa jago, apalagi tidak menggunakan perlengkapan standar keamanan berkendara seperti helm dan penggunaan sabuk pengaman bagi yang bermobil.

Raja jalanan. Mestinya Raja dan Ratu, karena lagi-lagi ini terjadi dan berpotensi dilakukan oleh siapa saja, baik laki maupun perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...