Jumat, 20 Maret 2015

Relasi

Suatu waktu kita mungkin ingin menjelaskan arti sebuah relasi, bagaimana memaknai relasi dalam berbagai konteks. Relasi ini bisa diterjemahkan sangat luas, mulai dari pertemanan, pasangan, persaudaraan, tim kerja, tetangga, kelompok arisan, anak-orang tua dan bahkan dengan hewan peliharaan serta dengan tumbuhan yang kita tanam atau yang intens kita jumpai di sekitar kita. Namun, pernahkah setiap relasi itu kita menyadari seringnya kita absen melihat relasi dengan pemilik hidup?.

Pada dasarnya, banyak orang akan memahami relasi vertikal ini dalam wujud spiritualitas, religi, dan bertumpu pada ajaran kebenaran, yakni kebenaran yang mutlak. Kebenaran yang tidak mematikan proses berpikir dan merekonstruksi jalan menuju kebenaran itu sendiri. Jauh berbeda dari kebenaran dalam relasi horizontal, karena tidak ada dan tidak boleh ada kebenaran mutlak di sana karena itulah yang mematikan berprosesnya nalar dan rasa. Aku melihat kedua relasi (vertikal dan horizontal) ini mestinya berjalan seiring karena itulah penjelasan atasnya tidak pernah berakhir dan menjadi proses yang bisa dikatakan aku tidak punya pilihan selain menjalaninya, yakni persis adalah proses kehidupan ini yang juga penuh dengan gelombang, turun-naik, vertikal-horizontal, dan lain-lain. Orang bilang, ya Up and Down.

Pada setiap relasi, kita seperti membangun ruangnya masing-masing. Di ruang masing-masing ini orang berharap akan lebih intens membangun hal-hal baru berdasarkan kesukaan, kegilaan, pekerjaan sampingan, dan wujud eksistensi identitas tertentu yang hendak dibangun. Jadi, jangan heran jika yang namanya komunitas berbasis hobby/profesi akan semakin bertumbuh, kelompok arisan akan selalu ada, perkumpulan berbasis suku, asal dan marga tertentu selalu kita temui. Kesemuanya ini yang kusebut sebagai "memaknai relasi". Orang terkadang bisa dilihat kadar 'sosial' atau 'gaulnya' dari seberapa banyak komunitas yang ia ikuti.

Mari kembali kepada relasi yang terkadang terabaikan, relasi dengan pemilik hidup. Tapi, kog jadi gak enal yach...seolah-olah diriku lagi menggurui soal atau urusan dengan "yang Satu itu". Yah, itung-itung mengingatkan diri sendiri aja lah. Aku, kamu, kita, tentunya memiliki keyakinan akan satu hal di atas segala hal. Yakini saja apapun yang kita pilih sebagai kebenaran, dan bagaimana kebenaran itu akan menggiring kepada kebenaran yang sesungguhnya, akan selalu ada pengalaman hidup yang jika kita jalani dengan keikhlasan mempertemukan kita pada titik tempat beradanya arah yang harus dituju. Guess what?!. Bebas saja mengintpretasikan ini...take it easy braayyy and sisthaaa....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...