Senin, 13 Agustus 2012

In Memoriam: Kompromi dengan Kematian dan Kehilangan


Seandainya aku punya mesin waktu dan punya kuasa untuk memutarnya balik. Hari ini aku akan lakukan itu untuk sekedar mengenang peristiwa tersulit dalam hidupku secara pribadi bahkan keluarga besarku. Peristiwa kehilangan, bukan sekedar kehilangan sesuatu, tetapi sebuah nyawa dan raga yang telah bernafas selama 54 tahun memberi kan suka duka padaku, memapah di masa kecilku, menjadi kepercayaan Tuhanku berkontribusi kepada seorang perempuan hebat untuk menghadirkanku dan 12 mahkluk hidup lain yang disebut manusia ke dalam dunia ini. Ya, dialah seorang ayah, bapak atau kerap kami sebut ‘apak’.

Suatu subuh yang kaku, 5 tahun lalu tepatnya 13 Agustus 2007, selang beberapa hari aku mendengar berita kebakaran tempat kerjaku, aku harus menerima kenyataan pahit lain. Kenyataan pahit karena memang pahit, itulah kata yang sering digunakan untuk menggambarkan segala sesuatu yang tidak kita harapkan atau segala sesuatu yang sulit diterima atau terlalu menyakitkan serta menggugah begitu dalam rasa kemanusiaan yang sulit. Kenyataan ‘apak’ telah pergi, ketika fajarpun belum sempat tiba. Bayang-bayang hitam atau kegelapan kematian itu aku tahu sudah dekat menghampiri kami namun rasa kemanusiawian ini sudah mulai berkompromi dengan banyak cara. Aku tidak menolaknya namun aku berusaha memahami kondisi dengan terus mengajari diriku untuk memahami kondisi ini, belajar menerima kenyataan bahwa aku tak punya kuasa atas apapun di dunia ini, apalagi sebuah nyawa. Berkompromi dengan kematian itulah tepatnya. Sekali lagi aku tahu persisi ‘apak’ akan pergi satu Minggu sebelumnya, hanya saja aku bukan tukang ramal yang bisa tahu persisi kapan waktunya, karena itu misteri yang hanya yang Maha Tahu itu yang tahu. Batas kompromiku sebetulnnya sudah hampir sampai pada kerelaan atau ‘ikhlas’ setelah melihat kondisi ‘apak’ yang menderita sakit sekian lama. Aku juga tahu bahkan dirinyapun sulit untuk berkompromi dengan kematiannya sendiri. Aku diberitahu oleh seorang  teman untuk terlebih dahulu ikhlas untuk bisa membantu ‘apak’ sendiri agar ikhlas pula menerima takdirnya yang hanya sebatas pada digit 5 dan 4, usia yang dikatakan masih sangat muda untuk seorang ayah dengan anak terkecil yang masih sangat muda (adikku yang paling kecil masih kelas 4 SD kalau tidak salah). Tapi, sekali lagi itu ranah dan kuasa Tuhan, bukan siapapun.

Aku mengikuti kata temanku, mencoba ikhlas dengan mencoba khusuk meminta keikhlasan yang penuh (rasanya aku tidak pernah berdoa se-khusuk kala itu selama hidupku). Mengikuti saran seorang teman, akupun mencoba membuka banyak informasi di internet di website-website yang menuliskan banyak hal tentang kematian, mencoba memahami dan mengetahui seperti apa kira-kira ayahku menghadapi kematian itu dan seperti apa seharusnya aku dan keluargaku menghadapinya. Aku sampai harus menuliskan beberapa baris permohonan kepada Santo Rafael yang dianggap sebagai Dokter surgawi dan diberi kuasa oleh Tuhan untuk menyembuhkan orang sakit dan berkompromi dengan kematian. Aku sudah tak sanggup lagi untuk langsung memohon kepada Tuhan karena ketakberdayaanku dan seolah-olah aku mengingkari kuasanya. Dan, akhirnya ‘apak ‘ juga pergi. Tak pernah kusesali kepergiannya. Tak pernah kukutuk Tuhan atas peristiwa itu. Tak pernah pula aku menyalahkan siapapun karena setiap orang akan pergi dengan caranya sendiri yang sudah digariskan oleh Tuhan.

Aku tidak punya waktu menuliskan banyak hal mengenang peristiwa itu karena hari ini harus pergi ke Surabaya, tetapi aku rindu untuk ngeblog lagi dan mungkin menulis sosok seorang ‘apak’ yang tangguh bagiku dan keluargaku.

Oh ya, ada peristiwa bahagia juga yang telah hadiahkan Tuhan bagi keluargaku, dan disadari atau tidak sesungguhnya aku yakin itu adalah cara Tuhan mengajari kami sekeluarga untuk tetap bersyukur dalam kondisi yang sulit. Peristiwa lahirnya ponakanku Jojo yang bertepatan sekali dengan (kalau tidak salah) satu Tahun mengenang kepergian bapak. Jojo lahir pas tanggal 13 agustus 2008. Hari ini, 13 Agustus 2012 adalah 5 tahun kepergian Bapak dan genap 4 tahun ponakanku Jojo.

Aku percaya bapak bahagia dan tenang di sana. Aku mencintai bapak, kami mencintai bapak. Terima kasih atas relasi yang indah, bukan hanya sekedar ayah-anak tetapi kau seorang sahabat.

Selamat ulang tahun ponakanku Jojo. Bertumbuhlah menjadi anak cerdas, sehat dan mencintai sesama terutama orang tua dan Tuhan serta cintai dirimu sendiri. I love you.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...