Selasa, 23 Agustus 2016

Merdekakah Kita?

Beranda Ruai Spesial Kemerdekaan Ri ke-71
Agustus ini, Indonesiaku tercinta berusia 71 tahun. Andai manusia, ia sudah termasuk centenarian (orang yang berusia di atas 100 tahun). Sebagai Warga Negara Indonesia, aku tak pernah berhenti berharap di atas banyak tinta merah di setiap bab buku perjalanan negeriku ini. Harapan itu penting untuk dipelihara dan diwariskan pada tunas-tunas muda. Namun, akankah warisan harapan itu ukurannya jauh lebih besar dari bongkahan kekecewaan mereka atas hutang yang meningkat setiap tahunnya (per Maret 2016 saja, hutang Indonesia sebesar Rp. 3, 271, 82 triliun (sumber:Sindonews)), atas asap tebal hampir setiap tahun yang meliburkan mereka sekolah, yang dalam sejarah diklaim terparah terjadi di tahun 2015. Dan, di tahun ini, bukan tidak mungkin terjadi lagi. Pada Jumat (19/8) pagi saja, satelit Modis dari NASA mendeteksi 158 hotspot di Kalimantan Barat.

Merdekakah Kita?. Iya jika merdeka itu ialah mengibarkan bendera merah-putih dengan tiang yang dicat warna putih. Iya, jika turut serta hiruk pikuk lomba balap karung, bola dangdut, makan kerupuk, catur, gaplek, volly ball, memasukan paku ke dalam botol, menangkap bebek, mengumpulkan dan menggigit koin di atas pepaya, sepeda hias dan jalan santai, mewarnai gambar, bola dangdut, panjat pinang, tepuk/perang bantal dan karaokean. Iya, jika masih ada upacara bendera. Namun, di tengah hiruk pikuk itu, ada rakyat yang takut kelaparan karena tidak boleh membakar ladang (jika membakar ladang akan ditangkap karena dianggap menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, melanggar inpres No. 11/2015 dan maklumat bersama Pemerintah Daerah dan Aparat Keamanan untuk di beberapa daerah seperti di Kapuas Hulu). DI sudut lain negeri ini, ada anggota keluarga yang masih basah sembab mata mereka kehilangan keluarganya yang dihukum mati atas pelanggaran hukum atau kejahatan berat narkoba dengan dalih efek jera. Anak-anak dan perempuan kejahatan seksual juga semakin meningkat. Kesemuanya itu berlomba pada level status siaga yang ditetapkan pemerintah. Merdeka itu siaga?. Gampang-gampang susah untuk dijawab.

Baiklah kita terus mengurai harapan, bahwa negeri ini hanya sedang sakit, dan bukannya tidak ada obat atas penyakit itu. Hanya perlu dokter yang handal dengan mental setebal baja. Akan penuh catatan hitam ketimbang putih jika hanya melihatnya hitam-putih, akan banyak yang salah ketimbang yang benar jika meletakkannya pada salah-benar. Akan banyak negatif daripada positif jika hanya berhenti pada simbol + dan - saja. Buang semua dikotomi dan cara pandang kaca mata kuda. Kita merdekakan diri dengan mengamati, menganalisa, dan menjadi bagian dari pencari solusi. Bukan manut dan menyerahkan saja pada pemimpin. "Maki" (baca: kritik-ototkritik) pemimpinmu dengan ketajaman analisa bukan pedang kemarahan. Dengan demikian, kita bisa lega memekikkan merdeka atas diri kita sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...