Rabu, 19 Desember 2012

A Long-long Holiday to Grandma’s (Uti’s) House for Ied Mubharak

(Ini tulisan dibuat sepulang dari Jatim, liburan Lebaran. Kupersembahkan buat G sehingga bahasanyapun rada childish gitu dech. Tepatnya dibuat tanggal 7 September (kl gak salah), dan lagi-lagi baru dipost dan dipublish sekarang ini karena akhir-akhir ini malas koneksi pake laptop. Just Read this ... Liburan kali ini berbeda dari biasanya. Bukan karena libur sekolah yang panjang, tetapi karena ini pertama kalinya liburan Idul Fitri di rumah Mbah Uti’ di Jawa Timur. Libur sekolah G dan P hanya seminggu, tetapi jauh-jauh hari mereka sudah libur duluan dengan alasan menghindari lonjakan harga tiket dan padatnya penerbangan. Buat Ibu dan Bapak ini bukan saja menjadi perjalanan yang melelahkan tetapi perjalanan pertama kali yang menguras ‘brankas’ lumayan banyak. Tapi ya, kapan lagi. Bapak bilang, kasihan Mbak Kung, yang sering sakit-sakitan dan dalam beberapa bulan terakhir, Om Adi juga katanya sakitnya serius. Mbah Uti’ dan Aunte juga sering menelepon menanyakan kapan pulang, lebih-lebih lagi karena si Adik Bayi “A” belum sama sekali ‘temu muka’ dengan keluarga di Surabaya sejak ia lahir dan sekarang sudah umur setahun empat bulan. Tradisi anak-anaknya Bapak kalau ke rumah Mbah, pasti kekahan (tradisi Islam). Untuk kedua orang Kakak sudah melewatinya ketika berumur 3 bulan (G) dan 4 bulan (P). Bapak dan Ibu memutuskan untuk berangkat hari Selasa, tanggal 13 Agustus. Kebetulan Bapak juga sudah menyelesaikan komitmen kerjaan dan Ibu tentunya tidak terlalu berpengaruh dengan jadwalini karena dalam satu tahun ini Ibu bekerja tidak kenal jadwal atau jam dan rutin mengurusi rumah tangga alias jadi Ibu Rumah Tangga. Biasanya, ketika dulu Ibu masih bekerja ini akan jadi persoalan tersendiri Buat Ibu dan Bapak (menyesuaikan jadwal). Untungnya, G masih di TK dan P baru saja masuk Play Group jadi rada tidak terlalu strick jadwal. Target liburan kali inipun sebenarnya untung menyenangkan anak-anak selain menuntaskan kerinduan orang-orang rumah di Surabaya, toh sudah 2 tahun tidak pernah pulang kampung baik ke Jawa maupun ke Sintang, terkendala biaya. Route penerbangan yang kami ambil adalah Pontianak – Jakarta – Surabaya. Pilihan yang dianggap tidak terlalu costly ketimbang via Yogya, bukan hanya soal uang tetapi karena satu-satunya penerbangan via Yogya adalah salah satu maskapai yang terkenal suka delay, dan Bapak Kadong cinta naik maskapai domestik kepunyaan Negara karena dianggap maish lumayan baik. Si G sih senangnya karena pasti dapat mainan, di samping itu, penerbangan Jkt-Sby pesawatnya gede, ada monitor TV (karena pesawat untuk penerbangan Intrenasional) . Kalau udah gitu, giliran penerbangan dari dan ke Pontianak, si G suka protes karena pesawatnya lebih kecil, trus kadang ada mainan kadang enggak dan tidak ada TV-nya. Si P yng adem-adem aja pun kadang ikutan protes. Nah, kalau si A juga protes tetapi selalu urusannya dengan seat belt. Dia gak suka dipakekan seat belt. Si Ibu juga seing senewen karena kalau udah gitu gitu, ibu kepalanya disundul-sundul seperti bola, tangan dicubit-cubit serta mesti menahan diri mendengar teriakan si Baby A. Tambah lagi ini anak kalo gak teriak bawaannya senang ngedumel (sebetul bicara dengan bahasanya sendiri – bahasa bayi yang tidak dimengerti) dengan suara keras-keras. Kami mengambil penerbangan siang hari dari Pontianak. Hari itu pas bertepatan dengan ulang tahun sepupu, Jojo yang keempat. Jadinya, sebelum ke airport Supadio, sempat dech tiga kurcaci ke rumah Jojo untuk ucapin selamat dan icip-icip kue dan nasi kuning, tidak untuk Ibu dan Bapak karena masih sedang berpuasa. Hari itu juga tanggal dimana si Kakek berpulang empat tahun lalu. Ibu sempat oret-oret sebentar di blog sebelum berangkat sekedar untuk mengenang beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...