Senin, 09 September 2019

CONSCIOUS CLOSET: Dress Women Up!.

VICTORIA WOMEN CENTRE
 Sabar. Saya tidak akan langsung membahas CONSCIOUS CLOSET, meskipun ini judul dari tuliasn ini. Dalam tulisan ini, saya akan mulai dengan  kunjugan saya bersama dengan 23 sahabat perempuan lainnya ke Victorian Women Centre, Melbourne-Australia. Ini salah satu agenda diantara agenda kunjungan lainnya yang semoga nantinya saya "mood' menuliskannya juga. Site visit seperti ini dijadwalkan oleh Alfred Deakin Institut bagi para penerima beasiswa Short Term Awards-nya Australia Awards Indonesia. Ada banyak keuntungan mengintegrasikan site visit sebagai bagian dalam agenda belajar seperti ini, diantaranya adalah pertama, peserta tidak akan bosan, meskipun kunjungan ini juga sebetulnya bagian proses pembelajaran dengan metode diskusi-shared learning. Betul sekali, kami tidak terasa capek meskipun agenda sangat full setiap harinya. Kami fun, karena setiap harinya setelah in-class session yang menghadirkan pembicara atau narasumber dirangkaikan dengan diskusi dan tanya-jawab, akan terbayarkan dengan kunjungan-kunjungan seperti ini. Kedua, ini juga menjadi kesempatan untuk menjadikan penerima beasiswa sebagai "promotor" tempat-tempat yang dikunjungi. Pastinya, moment seperti ini tidak akan pernah lepas dari cekrekan kamera mulai dari photo selfie, wefie sampai kepada photo obyek apa saja. Tentunya, akan berakhir pada postingan status di sosial media. Bayangkan, jika ada 25 peserta, maka dalam satu moment dengan obyek yang sama ataupun berbeda, setidaknya akan ada paling kurang 25 photo dari 25 telepon selular pintar, toh semua orang punya setidaknya satu alat komunikasi ini. Terlebih lagi, mengambil gambar juga sangat disarankan selama kursus berlangsung dengan tidak lupa menambahkan tanda pagar atau hashtag (#) #kedubesaustralia #australiaawards #OZAlum. Bahkan, AAI mengadakan kompetisi photo dan postingan sosial media terbaik selama di Australia.


BURWOOD CAMPUS - DEAKIN UNIVERSITY
Kamis, 25 Juli 2019 adalah agenda mentoring proyek secara bergantian. Bagi yang belum dimentoring memiliki kesempatan untuk keliling di area kampus Deakin Burwood. Kampus yang menyambut siapapun dari seluruh penjuru dunia dengan keberagamannya. Area kampus yang setiap sudutnya menenteramkan dan menyenangkan dengan desain eksterior dan interior yang sangat artistik di Kota Melbourne. Ya, itulah mengapa Melbourne disebut sebagai Kota Seni (City of Arts). Tak terkecuali di kampus ini, setiap ruang terisi dengan berbagai visual arts disertai dengan pesan-pesan kunci tentang keberagaman, relasi yang setara antara dosen dan mahasiswa serta mahasiswa dan mahasiswa.

Lingkungan yang tertata begitu apik dan sangat eco-friendly membuat mahasiswa akan betah, setiap sudut area kampus disediakan tempat sepeprti bangku atau apapun yang bisa didayagunakan untuk mahasiswa mulai dari yang serius seperti diskusi sampai ke hal yang santai misalnya nongkrong ngobrol hal-hal ringan. Yang menarik perhatian saya adalah tap water yang juga tersedia di area kampus, dimana setiap orang bisa refill tumbler untuk akses air minum gratis. Ini memang bukan pemandangan ganjil di negara seperti Australia, karena di setiap jalan utama di pusat perbelanjaan, di dekat stasiun dan halte tap water gampang dijumpai. Selain disediakan untuk isi ulang tumbler, juga bisa langsung diminum dari kran yang memang sudah didesain "mancar" ke mulut.


Kami menggunakan kampus Burwood untuk mempelajari tentang pentingnya Wellbeing dan sessi mentoring award project secara bergiliran. Kami yang selesai dalam proses mentoring bisa memanfaatkan waktu untuk "jalan-jalan" di sekitar lingkungan k
ampus sembari menunggu giliran kawan lain. Saya dan beberapa teman menyempatkan melihat-lihat perpustakaan dan mengagumi tataannya ynag begitu "homy", dan tak sedikitpun ruang dan tembok tidak dimanfaatkan untuk memajang berbagi pernik yang unik dan memiliki nilai pengetahuan, dan tentu akan selalu ada tergantung lukisan. Beberapa kawan lain menyempatkan untuk berkunjung dan berbelanja di toko merchandise kampus yang menyediakan berbagai produk seperti tote-bag dengan tulisan Deakin Univrsity dan juga pesan-pesan keberagaman cukup dengan lima dollar saja di tangan.





CONSCIOUS CLOSET
Usai sesi mentoring, peserta berkunjung ke Victoria Women Centre, gedung bersejarah yang dulunya adalah Rumah Sakit, tempat tujuh lembaga yang konsen pada isu perempuan berada, diantaranya Fitted for Work dengan Toko Conscious Closet-nya.


Toko ini menjual berbagai produk dari donatur untuk menggalang dana program mereka. Salah satu program menarik adalah memberikan bantuan pakaian kepada perempuan yang membutuhkan untuk keperluan seperti wawancara kerja dan acara-acara lainnya yang mungkin saja merupakan kesulitan tersendiri bagi perempuan tertentu memilih outfit. Klien hanya perlu membuat perjanjian terlebih dahulu untuk kemudian mendapat layanan penyediaan outfit (mulai dari setelan pakaian, make up, sepatu, tas, parfum, dan lainnya berdasarkan kebutuhan klien) dengan asistensi desainer untuk konsultasi sampai ke tekhnis memilih fashion yang cocok. Tempat ini juga menyediakan layanan training make up untuk klien yang membutuhkan. Mereka bahkan menyediakan assesories sampai kepada shampo dan produk untuk tubuh sehari-hari lainnya yang biasa digunakan perempuan. Peserta berkesempatan untuk berbelanja di toko Conscious Closet (berdonasi) dan juga melihat-lihat ruang "dressing room" klien mereka yang katanya dalam satu hari rata-rata ada janji dengan 8 klien. Di ruangan ini, klien akan diasistensi memilih pakaian apapun yang mereka suka berapapun banyaknya oleh desainer volunteer. Pakaian-pakaian yang diberikan secara cuma-cuma ini terlebih dahulu sudah disortir berdasarkan jenis kain, berdasarkan kegunaan dan juga warna. Untuk donasi barang yang dianggap masih sangat bagus, mereka akan jual di toko sebagai bentuk penggalangan dana, yang mana dana yang terkumpul diperuntukkan bagi operasional organisasi.

Beberapa hal di atas menarik untuk bisa ditiru, misalnya bagaimana pengelolaan air bersih untuk warga dan memastikannya bisa diakses oleh siapa saja dan dimana saja. Jika terlalu sulit membuat tap water di ruang-ruang publik, mungkin kita belajar dulu bagaimana caranya pasokan air dari PDAM ke rumah-rumah warga dan yang dibayar cukup mahal tiap bulannya bersih, lancar, dan tidak asin di saat musim kemarau. Mungkin terlalu jauh mengharapkan bisa langsung diminum dari kran tanpa merebus terlebih dahulu. Toh, khusus untuk warga di Kota Pontianak, sudah sangat tergantung kepada air hujan untuk masak dan cuci buah-sayur, serta kepada air galon yang entah bersih-sehat atau tidak karena tetap tidak ada jaminan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...