Selasa, 17 September 2019

Merayakan Keberagaman bersama SMP St. Fransiskus Asisi Pontianak 2019

Mei 2019 merupakan bulan yang istimewa bagi saya. Selesai kontrak dengan proyek satu tahun lebih, membuat saya memiliki banyak waktu untuk belajar dan jalan-jalan ke Melbourne, Asutralia dalam program Short Term Award dengan beasiswa Australia Awards Indonesia. Kursus singkat ini sendiri berlangsung di bulan Juli, namun sebelumnya, para penerima beasiswa diwajibkan untuk mengikuti pra-kursus di Jakarta di bulan Mei ini. Demikian juga di akhir program, ada satu rangkaian kegiatan pasca-kursus yang juga harus diikuti. Pengalaman-pengalaman saat kurus di Melbourne ada dalam tulisan tersendiri. Kali ini, saya ingin membagi pengalaman yang tak kalah penting yakni salah satu yang juga menjadi prasyarat keikutsertaan dalam beasiswa ini, tepatnya Award Project. Award project ini adalah proyek yang kita usul diawal saat melamar untuk beasiswa kursus singkat ini. Ini juga menjadi penentu diterima atau tidaknya kita sebagai peserta kursus, tentu tergantung kepada tema yang diangkat dan apakah proyek ini memberi manfaat terkait dengan isu yang diangkat dalam program kursus ini, yakni isu lintas keyakinan, keberagaman, perempuan, kepemimpinan, toleransi dan isu lain yang bersinggungan dengan kepemimpinan perempuan. 

Ketika mengajukan lamaran, saya mengusulkan proyek dokumenter melibatkan millenials kampus. Proyek yang ingin memetakan hal-hal positif di kampus terkait dengan relasi millenials lintas keyakinan, bagaimana mereka menghadapi dan merawat perbedaan (baca: keberagaman). Namun, pada perjalanannya, setelah mendapatkan banyak masukan selama proses pra-kursus, saya memutuskan untuk merubah proyek saya. Perubahan ini sendiri final justeru disaat kami masuk dalam sessi mentoring. Saya tetiba saja terpikirkan untuk membuat proyek sederhana yang tidak memerlukan waktu panjang agar gampang diukur. Lahirlah gagasan membuat proyek melibatkan anak SMP untuk merayakan keberagaman. Momentum perayaan kemerdekaan RI yang ke-74 menjadi momentum penting menurut saya. At the last minute, setelah bolak-balik memikirkan kegiatan yang pas, mulai dari membuat komik, foto, menulis cerpen/cergam, melukis tote bag, sampai ke menulis surat untuk Indonesia, saya berhenti pada lomba desain poster. Ya, lomba desain poster melibatkan siswa-siswi SMP dengan tema Merayakan Keberagaman. Dengan poster, anak-anak SMP akan lebih fun dan bisa lebih luas berekspresi melalui gambar dan pesan-pesan tentang toleransi dan perdamaian sebagai bagian penting dalam menerima keberagaman. Proyek ini tidak hanya mengeksplorasi kemampuan seni, tetapi juga memberi ruang mereka mengekspresikan makna keberagaman bagi mereka serta bagaimana mereka bisa mengajak orang lain untuk bersikap terhadap keberagamaman. Sehingga, mereka tidak saja belajar tentang apa itu poster, tetapi juga mempelajari apa itu keberagaman dan bagaimana seharusnya memaknai dan menyikapi keberagaman melalui pesan dalam poster.

Saya bahagia sekali karena perubahan ide proyek ini diterima oleh mentor saya dan disambut baik pula oleh salah satu sekolah swasta di Pontianak, SMP Santo Fransiskus Asisi. Saya sempat khawatir tidak akan mampu melaksanakan award project ini karena ketiadaan biaya. Tentu saja saya harus keluar dari kekhawatiran saya sendiri dengan memikirkan strategi. Pemilihan lomba poster ini juga salah satu mengatasi kekhawatiran karena sepertinya ini yang paling memungkinkan dengan biaya yang tidak terlalu besar. Kemudian, memanfaatkan momentum peringatan 17 Agustusan sekolah. Saya juga melibatkan kawan-kawan yang bisa melakukan pekerjaan secara sukarela, misalnya untuk desain promo dan juri. Yang lain, saya menggunakan resource sendiri bersama Pak Suami untuk dokumentasi foto dan film. Sementara, untuk kepanitiaan, saya serahkan sepenuhnya kepada panitia acara 17-an di sekolah. Di bawah supervisi Kepala Sekolah, panitia ini sudah menjalankan fungsi sebagai organizing commitee kegiatan saya yang dirangkaikan dengan beberapa kegiatan sekolah dalam rangka memperingati kemerdekaan RI ke-74. 

Senin, 19 Agustus 2019, kegiatan lomba desain poster inipun digelar. Pesertanyapun melampui target yang semula saya rencanakan untuk siswa-siswi kelas XII menjadi melibatkan seluruh siswa dengan jumlah 296 orang dari tiga kelas yakni kelas XII, XIII dan IX. Ini diputuskan oleh pihak sekolah karena kegiatan ini juga diharapkan memberi manfaat terkait dengan performance sekolah mempertahankan akreditas A serta menjadi bagian penting menjabarkan nilai-nilai yakni nilai pluralitas yang dijunjung tinggi oleh Persekolahan Santo Fransiskus Asisi Pontianak. Sekolah ini sendiri merupakan salah satu mitra Aliansi Perdamaian dan Transfromasi (ANPRI), sehingga moment "merayakan keberagaman" ini dianggap bentuk visualisasi jati diri sekolah dalam mempromosikan perdamaian dan toleransi dengan melibatkan siswa-siswinya. Ketua Panitia, Agustinus Sungkalang, SS sendiri mengungkapkan bahwa kegiatan ini meskipun merupakan lomba tetapi tidak menekankan pada kompetisinya melainkan menekankan kepada keterlibatan seluruh siswa dengan kreatifitasnya untuk mempromosikan perdamaian dan toleransi". Bagi saya, ini yang disebut dengan menjadikan "ownership" proyek ini bukanlah sebagai proyek atau kegiatan saya yang dijalankan oleh sekolah tetapi merupakan kegiatan sekolah sebagai bentuk perhatian dan kepedulian serta implementasi nilai yang menjadikan siswa-siswi sebagai aktor. Sehingga pada prosesnya saya betul-betulnya hanya memantau dan memastikan kegiatan berjalan sesuai dengan yang direncanakan dalam konteks substansi, yakni mengurai makna keberagaman bagi peserta serta menyampaikan pesan perdamaian dan toleransi kepada publik. 

Kegiatan ini berlangsung dari pagi jam 07.30 - 12.00 WIB di persekolahan Santo Fransiskus Asisi. Setiap kelas diawasi oleh gurunya masing-masing di ruangan kelas.Semua berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diharapakan dimana setiap murid terlibat dan tidak satupun dari mereka yang tidak menyerahkan hasil meski beberapa dari murid mengeluhkan sulit menemukan ide, tidak bisa menggambar dan tidak terlalu paham dengan bagaimana membuat pesan yang baik dalam poster. Setidaknya, beberapa anak yang terkesan tidak pandai memggambar, mereka menggambar bendera merah-putih saja dengan ukuran yanng besar. Hasil lomba diumumkna hari berikutnya, tanggal 20 Agustus 2019. Tidak cukup waktu untuk penilaian dewan juri dan pengumuman di hari yang sama karena di sore hari, persekolahan digunakan oleh murid SMA. Akan dipilih dan diumumkan enam karya poster terbaik, dan akan ada pengharagaan dalam  bentuk medali dan uang tunai bagi enam besar ini, serta akan ada sertifikat bagi seluruh murid yang sudah berpartisipasi dalam lomba. 




Senin, 09 September 2019

CONSCIOUS CLOSET: Dress Women Up!.

VICTORIA WOMEN CENTRE
 Sabar. Saya tidak akan langsung membahas CONSCIOUS CLOSET, meskipun ini judul dari tuliasn ini. Dalam tulisan ini, saya akan mulai dengan  kunjugan saya bersama dengan 23 sahabat perempuan lainnya ke Victorian Women Centre, Melbourne-Australia. Ini salah satu agenda diantara agenda kunjungan lainnya yang semoga nantinya saya "mood' menuliskannya juga. Site visit seperti ini dijadwalkan oleh Alfred Deakin Institut bagi para penerima beasiswa Short Term Awards-nya Australia Awards Indonesia. Ada banyak keuntungan mengintegrasikan site visit sebagai bagian dalam agenda belajar seperti ini, diantaranya adalah pertama, peserta tidak akan bosan, meskipun kunjungan ini juga sebetulnya bagian proses pembelajaran dengan metode diskusi-shared learning. Betul sekali, kami tidak terasa capek meskipun agenda sangat full setiap harinya. Kami fun, karena setiap harinya setelah in-class session yang menghadirkan pembicara atau narasumber dirangkaikan dengan diskusi dan tanya-jawab, akan terbayarkan dengan kunjungan-kunjungan seperti ini. Kedua, ini juga menjadi kesempatan untuk menjadikan penerima beasiswa sebagai "promotor" tempat-tempat yang dikunjungi. Pastinya, moment seperti ini tidak akan pernah lepas dari cekrekan kamera mulai dari photo selfie, wefie sampai kepada photo obyek apa saja. Tentunya, akan berakhir pada postingan status di sosial media. Bayangkan, jika ada 25 peserta, maka dalam satu moment dengan obyek yang sama ataupun berbeda, setidaknya akan ada paling kurang 25 photo dari 25 telepon selular pintar, toh semua orang punya setidaknya satu alat komunikasi ini. Terlebih lagi, mengambil gambar juga sangat disarankan selama kursus berlangsung dengan tidak lupa menambahkan tanda pagar atau hashtag (#) #kedubesaustralia #australiaawards #OZAlum. Bahkan, AAI mengadakan kompetisi photo dan postingan sosial media terbaik selama di Australia.


BURWOOD CAMPUS - DEAKIN UNIVERSITY
Kamis, 25 Juli 2019 adalah agenda mentoring proyek secara bergantian. Bagi yang belum dimentoring memiliki kesempatan untuk keliling di area kampus Deakin Burwood. Kampus yang menyambut siapapun dari seluruh penjuru dunia dengan keberagamannya. Area kampus yang setiap sudutnya menenteramkan dan menyenangkan dengan desain eksterior dan interior yang sangat artistik di Kota Melbourne. Ya, itulah mengapa Melbourne disebut sebagai Kota Seni (City of Arts). Tak terkecuali di kampus ini, setiap ruang terisi dengan berbagai visual arts disertai dengan pesan-pesan kunci tentang keberagaman, relasi yang setara antara dosen dan mahasiswa serta mahasiswa dan mahasiswa.

Lingkungan yang tertata begitu apik dan sangat eco-friendly membuat mahasiswa akan betah, setiap sudut area kampus disediakan tempat sepeprti bangku atau apapun yang bisa didayagunakan untuk mahasiswa mulai dari yang serius seperti diskusi sampai ke hal yang santai misalnya nongkrong ngobrol hal-hal ringan. Yang menarik perhatian saya adalah tap water yang juga tersedia di area kampus, dimana setiap orang bisa refill tumbler untuk akses air minum gratis. Ini memang bukan pemandangan ganjil di negara seperti Australia, karena di setiap jalan utama di pusat perbelanjaan, di dekat stasiun dan halte tap water gampang dijumpai. Selain disediakan untuk isi ulang tumbler, juga bisa langsung diminum dari kran yang memang sudah didesain "mancar" ke mulut.


Kami menggunakan kampus Burwood untuk mempelajari tentang pentingnya Wellbeing dan sessi mentoring award project secara bergiliran. Kami yang selesai dalam proses mentoring bisa memanfaatkan waktu untuk "jalan-jalan" di sekitar lingkungan k
ampus sembari menunggu giliran kawan lain. Saya dan beberapa teman menyempatkan melihat-lihat perpustakaan dan mengagumi tataannya ynag begitu "homy", dan tak sedikitpun ruang dan tembok tidak dimanfaatkan untuk memajang berbagi pernik yang unik dan memiliki nilai pengetahuan, dan tentu akan selalu ada tergantung lukisan. Beberapa kawan lain menyempatkan untuk berkunjung dan berbelanja di toko merchandise kampus yang menyediakan berbagai produk seperti tote-bag dengan tulisan Deakin Univrsity dan juga pesan-pesan keberagaman cukup dengan lima dollar saja di tangan.





CONSCIOUS CLOSET
Usai sesi mentoring, peserta berkunjung ke Victoria Women Centre, gedung bersejarah yang dulunya adalah Rumah Sakit, tempat tujuh lembaga yang konsen pada isu perempuan berada, diantaranya Fitted for Work dengan Toko Conscious Closet-nya.


Toko ini menjual berbagai produk dari donatur untuk menggalang dana program mereka. Salah satu program menarik adalah memberikan bantuan pakaian kepada perempuan yang membutuhkan untuk keperluan seperti wawancara kerja dan acara-acara lainnya yang mungkin saja merupakan kesulitan tersendiri bagi perempuan tertentu memilih outfit. Klien hanya perlu membuat perjanjian terlebih dahulu untuk kemudian mendapat layanan penyediaan outfit (mulai dari setelan pakaian, make up, sepatu, tas, parfum, dan lainnya berdasarkan kebutuhan klien) dengan asistensi desainer untuk konsultasi sampai ke tekhnis memilih fashion yang cocok. Tempat ini juga menyediakan layanan training make up untuk klien yang membutuhkan. Mereka bahkan menyediakan assesories sampai kepada shampo dan produk untuk tubuh sehari-hari lainnya yang biasa digunakan perempuan. Peserta berkesempatan untuk berbelanja di toko Conscious Closet (berdonasi) dan juga melihat-lihat ruang "dressing room" klien mereka yang katanya dalam satu hari rata-rata ada janji dengan 8 klien. Di ruangan ini, klien akan diasistensi memilih pakaian apapun yang mereka suka berapapun banyaknya oleh desainer volunteer. Pakaian-pakaian yang diberikan secara cuma-cuma ini terlebih dahulu sudah disortir berdasarkan jenis kain, berdasarkan kegunaan dan juga warna. Untuk donasi barang yang dianggap masih sangat bagus, mereka akan jual di toko sebagai bentuk penggalangan dana, yang mana dana yang terkumpul diperuntukkan bagi operasional organisasi.

Beberapa hal di atas menarik untuk bisa ditiru, misalnya bagaimana pengelolaan air bersih untuk warga dan memastikannya bisa diakses oleh siapa saja dan dimana saja. Jika terlalu sulit membuat tap water di ruang-ruang publik, mungkin kita belajar dulu bagaimana caranya pasokan air dari PDAM ke rumah-rumah warga dan yang dibayar cukup mahal tiap bulannya bersih, lancar, dan tidak asin di saat musim kemarau. Mungkin terlalu jauh mengharapkan bisa langsung diminum dari kran tanpa merebus terlebih dahulu. Toh, khusus untuk warga di Kota Pontianak, sudah sangat tergantung kepada air hujan untuk masak dan cuci buah-sayur, serta kepada air galon yang entah bersih-sehat atau tidak karena tetap tidak ada jaminan.

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...