Jumat, 06 Agustus 2021

Jenguk Halaman - Lama Gak Nulis

Lama aku tidak main-main di halamanku ini. Aku lebih banyak bermain-main di halaman rumah dengan tanamanku sepertinya. Jika dilihat, tidak ada yang terekam sama sekali di tahun 2020. Jujur, tulisan inipun sebetulnya draft yang hanya berisi tulisan sepotong dan tak hendak dilanjutkan. Entahlah, mandek begitu saja. Kekuatan pikiran tidak mampu menggerakkan jari-jari menulis. Semakin banyak yang ada di kepala untuk ditulis, semakin lelah fisik merangkainya dan menguap begitu begitu saja. Momen yang terekam dan selalu ingin kuanalisis sederhana tanpa embel-embel ini-itu sebagai acuan, seringnya terlewat begitu saja. Menguap sampai tak berjejak, bahkan terkadang persis seperti mimpi yang terlupakan begitu bangun dan menghadapi realita. 

Mawar: salah satu kawan main di halamanku

Detik inipun aku masih belum tuntas dengan apa yang akan kutulis. Halaman draft ini juga sudah berganti-ganti tema yang tadinya isinya hanya satu paragraf. Aku ingat, draft pertama adalah tentang sistem zonasi penerimaan siswa baru untuk SMP dan SMA, yang kala itu anakku menjadi salah satu korban sistem zonasi. Dia tidak bisa masuk ke SMP negeri yang ia inginkan. Aku pernah menyarankan kepada si bapak yang mengurusi semua pendaftaran untuk masuk menggunakan jalur prestasi saja mengingat anakku selalu menempati lima besar dari semester awal SD dan dua besar di level Ujian Nasional. Si Bapak bilang, "tidak usah, tempat tinggal kita sudah sangat dekat dengan alamt sekolah. Mending jalur prestasinya digunakan kawan lainnya yang berprestasi di bawah peringkatnya dan ingin juga masuk ke sekolah negeri dengan berbagai pertimbangan, apalagi jika kondisi ekonomi menjadi pertimbangan".  Ketika itu, aku tidak banyak mengambil peran karena sedang berada di Melbourne mengikuti program kursus singkat untuk isu kepemimpinan perempuan. Singkat cerita, anakku tersisih di sekolah negeri yang diinginkannya karena pilihan mengikut jalur zonasi, bukan prestasi telah menempatkan ia jauh tersingkir. Kemudian, berakhirlah ia di sekolah swasta. Nah, dalam draft tulisan yang sudah aku hapus itu (sepertinya, suatu saat tetap akan dilanjutkan - entah kapan), aku sempat memasukan beberapa hal terkait dengan dilema sistem zonasi bagi orang tua dan bagaimana kebijakan pemerintah seakan tidak matang ketika sampai pada implementasinya: dinas pendidikan dan sekolah utamanya di daerah banyak yang belum siap, terkesan gagap, apalagi orang tua. Stop di situ, tulisan itu aku hapus. 

Draft kedua, aku juga menulis sekitar satu paragraf tentang bagaimana aku ngotot bertahan hidup tanpa bekerja dan tanpa gaji ketimbang menerima satu kontrak pekerjaan baru yang alasan penolakannya tidak ingin kusampaikan. Sebelumnya,segala sesuatu terlihat sangat tepat pada waktunya. Bagaimana tidak, di saat kontrak pekerjaanku selesai, aku mendapat beasiswa kursus di Australia. Hitung-hitung belajar sambil refreshing gratis, setidaknya merasakan belajar sebentar di salah satu kampus di sana, toh, mimpi mengambil program Master sudah menguap juga seperti halnya draft tulisan yang selalu aku hapus, sepertinya tidak akan ada banyak peluang lagi merasakan belajar di negara lain. Ditengah mengikuti program kursus, aku dikontak, diwawancara untuk sebuah pekerjaan yang berujung dengan diterima dan persis setelah selesai program kursus aku bisa langsung bekerja dan bergaji. Terlihat begitu tepat pada waktunya, bukan?. Namun, itu tidak terjadi. Aku menolak kontrak yang ditawarkan, bukan karena gajinya tetapi lebih kepada hal lain yang prinsipil. Aku ditawarkan gaji persis dari gaji di pekerjaanku sebelumnya. Berhenti di situ, draft itu sudah kuhapus juga. 

Saat ini, aku tidak akan menjadikan ini berhenti di draft dan menghapusnya seperti yang kuceritakan di atas. Aku ingin menulis lagi dengan bebas nilai. Terkadang, aku merasa bertindak tidak adil dan melakukan pembodohan terhadap diriku sendiri dengan melewatkan begitu saja segala sesuatu tanpa jejak. Padahal, di saat-saat seperti dua tahun terakhir ini begitu banyak situasi yang membutuhkan kemampuan untuk bertahan (resillienced) dan melegakan atau menenangkan diri (relief) dengan menulis. Sebut saja salah satu  situasi itu adalah guncang badai pandemi Covid-19 yang bermula di pertengahan Maret 2020 lalu untuk di Indonesia, dan sampai hari ini masih mengukir sejarah kedukaan global. Yang lain... nah...jangan-jangan ini salah satu pemicu lama tidak menulis, aku tidak punya laptop. Laptop rusak. Aku memakai laptop kantor yang harus dikembalikan ketika kontrak selesai pertengahan 2020. Uang belum cukup membeli laptop baru, karena ada peruntukan yang lebih mendesak  seperti perawatan dan dua kali operasi tangan anak sulung serta perawatan gigi serius anak kedua.  

Ya, dari kecil, aku terbiasa menjadikan menulis sebagai pelepasan (releasing) banyak hal, utamanya emosi yang tidak terkendali, ekspektasi terhadap sesuatu yang terkadang berlebih dan tidak bisa ditunda sering memerangkap isi kepala dan membuat susah tidur, pegalaman unik yang tak ingin kulewatkan, pembelajaran hidup yang berharga dan banyak lagi, yang mana tulisanlah tempat pelarianku tanpa penghakiman (judgment). Toh, tujuan halaman mainku ini untuk curhat saja. Jika ada yang mampirpun, ya tidak apa-apa. Ada banyak orang yang bisa belajar dari cerita kehidupan yang bahkan dianggap konyol dan tidak penting bagi orang lain. Setidaknya, itulah yang bisa dicapai dari curhatanku dan bukanlah target, sehingga pengikut dan statistik tayanganpun bukan tujuan. Itu tak lebih seperti buku tamu di saat berkunjung saja. 

Lucu juga, ilustrasinya, seperti lama tidak pulang kampung saja. Lama tidak jenguk halaman blog, seperti lama membiarkan koleksi tanaman di halaman rumah tak bertambah, bahkan yang adapun perlahan layu sampai ada yang mati. Baiklah, sebagai pengingat untuk diri, penting untuk memulai lagi dengan hal-hal yang ringan. Mungkin aku akan mulai dengan share pengalamanku menghadapi situasi pandemi mulai dari ikut-ikutan mencoba berbagai resep kue, merawat koleksi tanaman di halaman lengkap dengan foto-foto cantiknya - mesti akrab lagi dengan kamera dan lensaku yang sudah lama nganggur, dan mungkin juga share tentang pekerjaan baruku. Kita lihat saja nanti. 


  

Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...