Kamis, 29 November 2018

ANAK SUNGAI: Main Umpet Ranting

Perahu, Transportasi berbagai aktifitas warga Kucai di Sungai

One precious memory of mine is when I was a child who closed to/with the river or the so-called "Anak Sungai". Mengapa ilustrasi di sini sungai dan perahu, tapi tidak ada anak sungainya, karena anak sungainya udah gede dan memang dalam keseharian di kampung, perahu salah satu obyek paling penting di sungai.

Ya, anak sungai yang segera terjun dari lanting mengejar buah "daun" (membacanya, ada penekanan pada huruf “d”) dan buah "ntangis" untuk dimakan, mengejar ikan buntal atau puffer fish (jadi ingat Nyonya Puff, si guru mengemudin di film Sponge Bob khan??) yang menggelembung dan mengapung (setelah didapati, dagingnya untuk konsumsi dan kulitnya yang bulat berduri seperti bola atau balon berduri ini diisi dengan sekam kasar, dijahit dan jadilah bola berukuran kecil untuk bermain bola kaki). *bagian ini kusesali saat ini karena agak terdengar sadis). Hal lain adalah bermain umpet ranting kayu di dalam sungai atau dalam bahasa lokal "Main Lamun Kayu".

Berburu buah "daun" dan "ntangis" biasanya dilakukan dengan menggunakan perahu menyusuri pinggir sungai atau bahkan langsung berkayuh ke pohonnya. Sedangkan untuk menjumpai ikan buntal menggelembung, ini menjadi momen special karena ada musimnya. Dalam keadaan tidak menggelembung, ikan ini sangat agresif tidak hanya dikenal dengan durinya, tetapi gigitannya yang sangat tajam. Ini yang membuat ia sering dimusuhi oleh warga yang sering memasang pukat/jaring dan jeremal karena sering digigit oleh ikan jenis ini.

Perahu Lain di Sudut berbeda Dusun Kucai
Oke, let me tell you bit more about playing “umpet ranting kayu”. Ini adalah permainan kelompok tiga sampai lima orang. Alatnya hanya satu batang ranting kayu sebesar dan sepanjang pensil baru (kebayang khan?). Jenis ranting kayu ini haruslah yang bisa mengapung. Skill yang diperlukan adalah berenang dan menyelam di kedalaman 5-10 meter di bawah air sungai. Biasanya ini dilakukan dari lanting atau rumah terapung ataupun jembatan ketika permukaan air agak naik (iya donk, kalau permukaan airnya jauh dari jembatan, saat lompat akan terasa sakit).

Caranya: anggota kelompok akan menentukan giliran bermain pertama dengan "hom-pim-pah". Yang menang akan bermain pertama untuk menjepit ranting kayu di antara jempol dan telunjuk kaki (baik kiri ataupun kanan). Kemudian ia akan terjun atau melompat sedalam yang ia mampu. Di kedalaman itulah ranting kayu dilepaskan dari jepitan kaki. Pemain harus segera naik ke permukaan dan kembali ke kelompok yang sedang menunggu ranting kayu timbul/mengapung dan nanti juga bisa turut serta berlomba untuk mengejar dan mengambil ranting kayu agar mendapatkan giliran berikut untuk  bermain. Fokus, kejelian dan kesabaran menjadi poin penting dari permainan ini. 

Permainan yang hampir serupa ini juga sangat akrab bagi anak-anak di Ambon. Bedanya, mereka menggunakan batu. Namanya  main Umpet Batu.

" jadi batu yg dipilih dgn segala kriteria baik bentuk, warna atupun ukurannya di buang ke dalam sungai lalu kita rame2 nyelam buat cari batu dimaksud. Kalau sudah begini..... nda selesai mandinya samoe di susul pake cambuk sama orang rumah baru keluar dari sungai😁😁😁
Kalau mata merah.... nda "usah di tanya" 


Demikian disampaikan oleh teman saya, Martje, Si Ambon Manise yang sekarang sudah menetap di Palu.  

Credit Photo: Iwi S


Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...