Selasa, 05 November 2013

Protes Balita P

Pada mulanya...

Hari ini libur Nasional di rumah, artinya setiap orang di rumah tidak ada yang beraktifitas di luar, kecuali si Daddy yang sedang on duty di Palangkaraya (lagi-lagi juga akibat si Daddy gak pernah aware ngeliatin kalender kalo buat jadwal, terus arrangement biasanya diserahkan ke orang lain penuh, semisal jadwal penerbangan yang kadang gak match dengan keinginannya). 

Sebenarnya aku juga sudah deal untuk kerja. Ga ada deal untuk on duty live presenting salah satu program di TV tempatku bekerja, tetapi tapping untuk salah satu program malam hari, stok untuk beberapa tayangan karena narasumber akan keluar kota dalam waktu lama). Karena sang produser 'tidak enak badan', jadilah stay around anak-anak. Salah satu yang menarik hari ini adalah mengamati berita meriahnya pawai ta'ruf di Pontianak yang membuat malas keluar karena bakal terjebak macet. Pilihan bermain dengan anak-anak dan membuat peganan ringanpun dilakoni sembari menunggu jam sore untuk skype-an dengan Dad. 

Ya memanfaatkan fasilitas gratis mumpung di rumah juga sudah pake modem wireless dan hari inipun jaringannya bagus. Lepas chat via skype, aku menunjukan tulisanku tentang anak-anak yang tidak begitu banyak di blog, dan aku tersadar ketika P protes bahwa tidak ada tulisan tentang dirinya. Jadilah aku kemudian memutuskan menulis tentang dirinya didampingi G dan P sendiri, tapi ada pesan sponsornya mesti ada photo dia(walaaah...). 

Si Cantik P

Baby P (4,5 th), msh Play group and chubby
She is the only one baby girl I have. Juga menjadi moment yang paling 'sulit' menghadirkannya ke dunia ini. Perjuangan 15 jam dilewati dengan kesakitan yang luar biasa ditambah pake pingsan berkali-kali di klinik bersalin dekat rumah. 

Aku hampir menyerah kala itu. Energiku terkuras menahan sakit kontraksi berkali-kali tapi belum juga partus, sementara aku selera makanku hilang diperburuk dengan perutku yang menolak apa saja makanan yag masuk. 

Untungnya klinik tempatku melahirkan tidak jauh juga dari kantorku. Kawan-kawan kantorku (yang perempuan) yang mendengar berita 'sulit' itu kontan datang dengan membawa teh manis hangat dari kantor. Dan itulah minuman pertama yang masuk ke perutku setelah sekitar 20 jam tidak terisi sama sekali. Support kawan-kawan ini yang membuat hsti tergerak, setelah dari pagi berapa kali sessi makan kulewatkan. 

"Kalau Ibu tidak mau makan, tidak apa-apa."
"Setidaknya hargailah teman-teman ibu yang sudah jauh-jauh datang bawakan teh".

Demikian kata Bu Bidan kala itu. Itu juga yang menyentuhku kala itu. 

"Kalau Ibu tidak mau makan atau minum, terpaksa saya harus menginfus."

Wah Si Ibu Bidan sudah pake nada sedikit meninggi namun tetap santun memberi ancaman. Kata infus itupun salah satu yang meluluhkanku sampai akhirnya kuminum juga teh setengah gelas dicekokin si hubby. 

Yah... ceritanya akan makin panjang sementara ini cuma sekedar untuk memenuhi hasrat P, dan sebetulnya yang terpenting ada fotonya. Ga apa-apa juga, secara sudah lama sekali aku tidak menulis. Segala sesuatu dikepalaku selama ini seperti meluap begitu saja tidak berbekas, bahkan sekedar dalam goresan pena di kertas putih tak ada. Ada banyak yang menguap saja ketika suatu ide dan fakta mengantri untuk dinarasikan dalam bentuk tulisan apapun. 

Balik ke cerita soal P. Singkatnya, 15 jam kesakitanku itu terbalas dengan begitu 'antengnya' si baby P. Baby P paling gampang tidurnya, asal abis mandi, digeletakin, dia akan tengkurap dan tertidur dengan sendirinya. Begitu juga ketika ia sakit. Pernah suatu waktu aku dikagetkan dengan telp. rumah ketika sedang di kantor yang melaporkan P panas tinggi mencapai 40 derajat. Aku panik dan segera pulang, dan aku sungguh tak percaya melihat ia tidak sedikitpun menangis kecuali mukanya yang memerah dan matanya yang berair menahan sakit. Biasanya, ketika ia mulai bicara dengan bahasa bayi, dia hanya akan bilang "i-hou", terdengar seperti suara anak kucing yang kadang membuat aku keliru. Tapi itu yang selalu terngiang ketika aku sedang di luar rumah. Dan, kata i-hou itu menjadi panggilan khas kami untuknya setidaknya sampai ia berumur 2 tahun, ketika kata-kata yang keluar dari mulutnya mulai jelas. 

Baby P sekarang sudah besar, umurnya sudah 5 tahu per September tanggal 11 lalu. Dia juga sudah kelas A di TK. Bayi yang pendiam itu menjadi periang dan sangar ekspresif sekarang, senangnya 'disayang'=membangunkannya dan menyuruhnya menghabiskan makanan mesti pake rayuan maut. Cenderung asyik dengan imajinasinya sendiri, memainkan boneka-bonekanya, bahkan apapun bisa menjadi mainan dan menjadi aktor dalam imaginasinya yang sering dia ajak bicara sendiri. Anak yang cuek, tapi sebetulnya pengamat yang baik. Kelihatan lebih santai "nyeni=ngartis" daripada G yang cenderung senang mikir dan senang yang ilmiah-ilmiah. Lebih banyak bergerak (menari dan mengekspresikan segala sesuatu dengan gerak), sementara G lebih senang menulis, menggambar dan membaca serta mulai menganalisa sederhana fenomena dan peristiwa. Si Bungsu A, belujm begitu kelihatan tetapi dia cenderung gabungan kedua-duanya.

Ya..time flies ... never know what will be, I'm just so happy to have such smart and fun kids. They really meant to me since the first time I felt my motherhood intuition came and I have chosen as a mother and as a friend for them. Thanking my Lord, always for trusting me to taking care of them!. 





Kamis, 04 April 2013

Edisi Ultah Baby A yang Kedua

"Terbanglah, hanya sebatas garis awan mampu kuawasi kepakmu, selebihnya hanya doa yg tak terucap tapi mendaras singkat teratur dalam diam sampai tidur panjang menyadarkanku bahwa saatku tiba".

Main Pasir di Pasir Panjang
Dua baris kalimat ini tertulis di dinding salah satu socmed. yang aku ikuti. Tertujut pada baby A yang pada tanggal 4/4/2013 ini berultah kedua. Berpuisi meski mungkin tak puitis amat. Tapi muatannya adalah harapan dan doaku terhadap the third musketeer ini, bahwa aku hanyalah disebut Ibu karena aku melahirkannya ke dunia, bukan karena akulah si empunya hidupnya. Aku juga akan terus mengingat kata-kataku ini untuk mengajari diriku, bukan hanya padanya tetapi pada kedua orang musketeer lainnya yakni si Abang dan si Kakak. Bahwa, suatu saat mungkin ketika aku sudah semakin lama bersama mereka, melakukan segala sesuatunya untuk mereka, dan menyaksikan mereka beropini atas pilihan-pilihannya, akan ada kemungkinan-kemungkinan lain menyertai seperti aku tidak setuju dan mendikte pilihan mereka atas cita-citanya, idiologi mereka dalam hal apapun, rumah mereka, pakaian mereka, makanan mereka, dan bahkan pasangan/teman hidup mereka. Yang tertulis di atas adalah ungkapan hati dan perasaanku saat ini dan aku berusaha untuk tetap tidak ingkar namun terkontrol dan terkompromikan dalam kondisi tertentu dikemudian hari. 

Seperti biasa, tidak ada pesta, hanya kue dan nasi kuning. Tapi kesederhanaan itu kuyakini memiliki kesan tersendiri meskipun setiap hari aku dan si Daddy membanjirinya dengan cium dan peluk sayang, begitu juga si Abang dan Kakak. Kejadian-kejadian lucu berawal dari tingkahnya. Ketika meniup lilin, mulutnya monyong dan sedikit menghembuskan udara malah lebih banyak liur nyembur, tapi lilinnya tetap mati karena ukurannya kecil, wow ... si Baby A kelihatan senang minta ampun. Tingkah lucu lainnya, ketika Ibu bantu memotong kue, giliran bagi-bagi kue, setiap potongan kue yang dibagikan pasti diicip dulu sama Baby A ... welaaah naak ... disuruh bagiin kue, dia ngirain kuenya buat dia. Yah, namanya juga anak dua tahun. I know you're smart. 

Oh ya, mesti ditulis juga kebiasaan baby A. Dia bukan sekedar senang dengerin musik dan lagu, tapi dia akan langsung menyenandungkannya setelah selesai mendengar. Ucapannya belum sempurna, tetapi ada banyak lagu yang bisa dia senandugkan sesuai dengan tempo dan ketukan yang sesungguhnya. Beberapa kata dalam syair juga mulai terdengar dengan sangat jelas, seperti kata "Naik" dalam lagu Naik-naik ke Puncak Gunung, "Thomas" dalam lagu Opening Film Thomas and His Friends. Beberapa lagu yang ia hafal menyenandugkannya selain dua lagu di atas adalah Baba Black Sheep (gara-gara senang lagu ini, dia kerap dipanggil Baba oleh om dan tantenya), Edelweis, Fly Fly the Butterfly, Kasih Ibu, Balonku Ada Lima, Twinkle Twinkle Little Star, dan ada beberapa lagu lagi yang bahkan aku sendiri tidak ingat. 

Di usia menjelang dua tahun, Baby A terbiasa dengan ritual mengucapkan kata "Good Night", "Have a Nice Dream", dan "I Love You". Tetapi, dimulut mungilnya kata-kata itu berubah ucapan menjadi "Good Nek", "Et Na Cim" dan "Acyu". Kalo bangun pagi ritual "Good Morning" menjadi "Uning, bu". Biasanya dia menyapaku dengan kata itu di saat aku sedang sibuk memasak bekal sekolah si Abang dan Kakak. Jadilah, aku akan stop sejenak untuk membalas sapanya dan menciumnya. Karena jika tidak, dia akan terus berdiri menatapku. 

My Lord, My Almgihty God, sungguh aku bersyukur atas semua yang kautitip padaku. Kemudahan, cinta dan kebijaksanaan akan terus mengalir dari bibirku bukan hanya berwujud harapan tetapi syukurku. Pada keyakinan atas-Mu aku berdiri di titik ini, dan pada keyakinan yang sama aku ingin langkah demi langkahku (bolehlah terhenti sesaat) tertuju hanya pada-Mu. Aku mencintai-Mu, aku mencintai keluargaku. 

Untuk Baby G, terima kasih telah menjadi penghiburku. Kita banyak melewati waktu berdua ketika semua orang di rumah beraktifitas. Tetapi aku merasa tak banyak waktuku yang berkulaitas kuluangkan, bukan hanya untuk bermain denganmu tetapi bahkan sekedar menuliskanmu. Meski sudah hampir setahun lebih aku berhenti bekerja di ruang publik, aku tak cukup pintar membagi waktu untukmu, untuk dua orang kakakmu, untuk kebutuhan "me time" ku dan juga untuk "we time" aku dan si Daddy. Kerapkali aku memarahi kalian sebetulnya hanya karena ketidakmampuanku berada dalam situasi seorang "Ibu Rumah Tangga dan Pekerja Rumahan". Maafkan aku untuk ini. Jikapun ini menjadi salah satu alasanku, sesungguhnya itu juga terjadi pad kedua kakakmu sebelum ada dirimu. Kalau begini, jadinya aku tidak punya alasan yang tepat kecuali harus mengakui aku tidak cukup dewasa dan bijak sebagai Ibumu, Ibu kalian dan mungkin isteri dari Bapak kalian. Tapi yah ... begitulah orang dewasa kerap berlaku terhadap anak-anak: sering menyalahkan, minta dimengerti, menuntut anak lebih dewasa dari umurnya, sampai menginternalisasikan idiologi pribadinya dengan alas membentuk integritas anak - pada apa - pada sesuatu yang orang dewasa sendiri tidak pahami bahkan tidak tahu bagaimana menjalaninya. 

Yah ... kamu akan menjalani proses yang kualami saat ini kelak, nak. Jika saat itu tiba, berlakulah setidaknya lebih bijak dan dewasa sedikit dariku saat ini. Ini untuk kakak-kakakmu juga. 

Selamat Ulang Tahun Sayang - Tuhan akan menjagamu untukku. Aku hanya menjalani apa yang diperkenankan-Nya. Tak lebih. Karenanya jang sembah kakiku, sembahlah Dia. Kita akan terus berjalan beriringan. I love you....






Tekun itu pantang tertekan, belajar dari propagasi "Peace Lily"

Memahami sebuah proses apalagi menjalaninya memerlukan ketekunan dan kesabaran. Seringnya pada prosesnya, lagi-lagi berproses terkadang penu...